Jumat, 07 Juni 2013 0 komentar

Muslim Nigeria Minim Pengetahuan Asuransi Syariah


Pedoman baru pemerintah untuk asuransi syariah menghadapi rintangan di Nigeria. Pasalnya kebanyakan Muslim tidak menyadari kerja dan konsep sehingga asuransi syariah menghadapi pukulan dalam upaya memposisikan diri sebagai pusat keuangan syariah di Afrika.

"Saya tahu apa itu perbankan syariah dan saya tertarik akan hal itu. Tetapi kalau asuransi syariah, saya sangat sedikit mendengarnya," ujar seorang konsultan, Oladoyin Adedo, seperti dikutip dari OnIslam.net, beberapa waktu lalu.

Menurutnya penting bagi operator dan akademisi untuk mendidik masyarakat mengenai produk asuransi syariah, terutama konsep dan bagaimana keuntungan mereka berbeda dari sistem konvensional. Pemerintah Nigeria baru saja mengeluarkan pedoman baru untuk mengawasi operasi industri asuransi syariah.
Pemerintah mengharuskan setiap perusahaan asuransi syariah membentuk dewan penasihat dari para ahli. Sedikitnya dua ahli dari sarjana syariah diangkat untuk masa jabatan empat tahun. Komisi Asuransi Nigeria akan membentuk dewan penasihatnya sendiri untuk mengawasi produk dan aturan industri. Asuransi konvensional akan diizinkan menawarkan layanan asuransi syariah melalui takaful windows.

"Sejujurnya, saya tidak tahu dan saya tidak menyadari konsep itu (asuransi syariah)," kata seorang wartawan senior, Alhaji Razaq Bamidele. Menurutnya, jika dia saja tidak mengetahui konsep itu, maka bisa disimpulkan bahwa jutaan orang di Nigeria juga masih banyak yang tidak memahami konsep tersebut. Bamidele mengimbau pemerintah dan operator turun memberikan sosialisasi dan edukasi tentang asuransi syariah sehingga masyarakat bisa mengerti.

Asuransi syariah didasarkan pada kerjasama dalam berbagi risiko. Fitur kunci yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah prinsipnya yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Saat ini pasar asuransi syariah hanya 1 persen dari total pasar asuransi. Malaysia dan Timur Tengah merupakan pusat industri asuransi syariah berkembang pesat di dunia.

Seorang koresponden keuangan di Harian This Day, Nnamdi Duru mengatakan asuransi syariah tidak hanya terbatas untuk Muslim tapi juga non Muslim. Regulator memiliki tantangan mendidik masyarakat mengenai konsep asuransi syariah. "Dari interaksi saya dengan orang-orang termasuk Muslim, sangat sedikit dari mereka berinvestasi pada sesuatu yang tidak mereka ketahui," kata Duru.

Banyak masyarakat Nigeria telah mendengar keuangan syariah, baik perbankan ataupun asuransi syariah. "Sayangnya sebagian besar masyarakat tidak benar-benar memahami bagaimana konsep keuangan syariah tersebut bekerja," ujar seorang pemimpin jamaah Islam di Nigeria, Imam Ismail Lawal.

Lawal mendesak jamaah Muslim Nigeria mengundang para ahli untuk membahas konsep asuransi syariah. Pasalnya sebesar 55 persen dari 140 juta penduduk Nigeria adalah Muslim.
Komisaris untuk Asuransi di Komisi

Komisi Asuransi Nasional, Fola Daniel berujar pihaknya tengah mengerahkan media massa untuk mendidik masyarakat tentang asuransi syariah. Ada juga program pelatihan yang dilakukan bagi operator.

Daniel mengatakan saat ini Nigeria memiliki total 58 perusahaan asuransi yang membukukan premi bruto 233 miliar naira pada 2011. Sementara pada penghujung 2012, angka tersebut naik 16,6 persen.

Dia menegaskan asuransi syariah terbuka, tidak khusus untuk Muslim. "Asuransi syariah bukanlah sebuah produk, melainkan konsep," ucapnya.

Menurutnya, asuransi syariah bukanlah menunjukkan ajaran agama yang benar, tetapi bagaimana cara berbagi risiko dan tidak mentransfer risiko. "Asuransi syariah itu fantastis, orang-orang akan mengambilnya, tidak peduli Muslim atau bukan,"
0 komentar

Takaful Keluarga Perbanyak Jaringan di 2013


PT  Asuransi Takaful Keluarga (Takaful) berencana memperbanyak jaringan bisnisnya di 2013. Hal itu dilakukan melalui penambahan kantor pemasaran mandiri.

Saat ini Takaful memiki 53 kantor pemasaran mandiri. Pada Juni, perusahaan berencana meresmikan  tujuh kantor pemasaran mandiri. Penguatan jaringan tidak hanya pada kantor mandiri saja, tetapi juga pada griya Takaful.

"Kami harap keduanya terus bertambah, targetnya hingga Desember 2013 ada minimal 70 kantor pemasaran mandiri dan 50 griya," ujar Direktur Utama PT Asuransi Takaful Keluarga, Trihadi Deritanto kepada ROL usai acara Takaful Award di Ballroom Hotel Kartika Candra, Selasa (28/5) malam.  Bulan ini, Takaful baru saja meresmikan tiga kantor pemasaran mandiri di Garut, Banjarmasin dan Bontang.

Pada 2014, Takaful memasuki usia ke-20. Selain bertambahnya jaringan, Trihadi berharap Takaful dapat meningkatkan kualitas para agen. "Tidak hanya terkait sertifikasi, tapi juga produktifitas harus lebih baik dari tahun-tahun lalu," ucapnya.

Hingga kini Takaful mempunyai 6.000 agen yang tersebar di seluruh tanah air, baik dari ritel, korporasi maupun bancassurrance. Lebih dari separuh jumlah agen sudah tersertifikasi. Melalui para agen tersebut, Takaful berharap dapat lebih dekat dengan masyarakat baik yang sudah menjadi nasabah maupun calon nasabah.

Tahun ini Takaful giat melakukan berbagai pelatihan agen. Perekrutan lebih terarah ke komunitas yang potensial. "Kami harap mereka bisa memberikan sumbangan kepada Takaful dari sisi tenaga dan komitmen dalam mensyiarkan ekonomi syariah,"
0 komentar

Allianz Life Syariah Catat Pertumbuhan 38 Persen


Perusahaan asuransi Allianz Life Syariah mencatat pertumbuhan pendapatan premi bruto sebesar 38 persen menjadi Rp 569,2 miliar sepanjang 2012, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 411,8 miliar.

"Pertumbuhan ini dikontribusikan dari jalur pemasaran bancassurance yang meningkat 224 persen dari Rp 14,5 miliar 2011 menjadi Rp 47 miliar di tahun 2012," kata Chief Shariah sekaligus Corporate Communication Allianz Indonesia Kiswati Soeryoko, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/5).

Dia mengatakan bisnis bancassurance dengan premi terbesar berasal dari kerja sama Allianz Life Syariah dengan Bank Muamalat dan ANZ. "Tahun ini kami meyakini bisnis 'bancasurrance' akan lebih besar lagi," kata dia.

Dia mengatakan jalur pemasaran keagenan masih merupakan kontributor terbesar terhadap total pendapatan premi bruto dengan pertumbuhan sebesar 26 persen dari Rp 396,6 miliar di tahun 2011 menjadi Rp 506,1 miliar pada akhir 2012. Pada sisi lain total aset asuransi Allianz Life Syariah meningkat 44 persen dari Rp 149,9 miliar di 2011 menjadi Rp216,2 miliar pada 2012.

Menurut dia, sepanjang 2012 Allianz Life Syariah telah membayar klaim keseluruhan sebesar Rp 47,5 miliar atau meningkat dibanding pembayaran klaim tahun sebelumnya sebesar Rp 35 miliar. "Meningkatnya pembayaran klaim ini seiring dengan terjadinya pertumbuhan premi," katanya.

Kiswati mengatakan pertumbuhan yang diraih Allianz Life Syariah membuktikan bisnis asuransi syariah masih bisa diterima dengan baik oleh berbagai lapisan dan golongan masyarakat di Indonesia. Namun demikian, kata dia, potensi masa depan industri asuransi masih sangat besar sehingga proses edukasi dan sosialisasi masih harus ditingkatkan.

Sementara itu untuk memperkuat komitmen perusahaan dalam mengembangkan bisnis asuransi syariah bagi masyarakat, Allianz akan memperkuat distribusi pemasaran produk melalui penambahan mitra-mitra bisnis perbankan dan juga terus menambah jumlah agen tersertifikasi syariah. Selain itu Allianz Life Syariah juga akan memperkuat distribusi melalui jalur "telemarketing" dan hingga saat ini Allianz Life Syariah telah bekerja sama dengan tiga mitra bank yakni BNI, BCA dan Bank Muamalat.

"Kami meyakini bisnis asuransi jiwa syariah akan berkembang dengan baik di Indonesia karena model bisnisnya sangat sesuai dengan pola kehidupan masyarakat Indonesia yang berlandaskan asas berbagi dan tolong menolong,"
Selasa, 30 April 2013 0 komentar

OJK Siap Susun Tarif Premi Asuransi Banjir



Post news March 18, 2013
Kepala Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani menyatakan situasi mendesak tahun ini adalah peta banjir harus dimiliki industri asuransi. Indonesia menggenangi wilayah obyek asuransi. "Singapura itu apakah kena banjir sebesar kita".  Nyatanya mereka punya sistem simulasi asuransi banjir. Kalau kita tidak segera membikin peta banjir dan modelling-nya, nanti tarif premi asuransi untuk banjir ngikut standar Singapura lho, " ujarnya di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Jakarta Selatan,OJK mengaku siap mendukung industri asuransi menyusun polis khusus banjir. Pasalnya genangan air yang membuat kerusakan masih masuk dalam kategori perluasan polis untuk properti dan kendaraan bermotor. Imbasnya, tarif preminya dianggap terlalu rendah. "Nah,dibutuhkan, pasti saya yakin diminati. Makanya peta banjir saya harap 2013 ini bisa selesai lah," kata Firdaus. Karena asosiasi tidak dibolehkan mengusulkan besaran biaya premi untuk rancangan asuransi banjir, Firdaus mengaku OJK bakal mengumpulkan dulu data-data yang diperlukan, supaya besaran tarif adil bagi semua pihak. Data itu berupa informasi bencana dari Badan Nasional Penanggulangan "Memang yang berhak menyusun tarif itu regulator, nanti kita lihat data BNPB dan yang lain, supaya fair," cetusnya.
Ditidak diimbangi kemampuan membaca risiko. Sehingga perusahaan asuransi banyak yang kaget ketika wilayah tidak diperkirakan banjir turut tergenang. Itu sebabnya pihaknya mengaku terlambat "Kalau dan Jati Asih terkena juga. Nanti data yang terbaru ini kita susun dari data statistik 10 tahun terakhir." Soal besaran tarif premi asuransi banjir, Cornelius memperkirakan akan disesuaikan lokasi obyek yang beban premi lebih besar. "
www.aasi.or.id/news/29

Senin, 29 April 2013 0 komentar

Aktuaris Asing Membanjiri Indonesia?



Industri keuangan di Indonesia tidak hanya memikat investor asing. Tenaga kerja asal luar negeri ternyata mulai banyak membidik industri asuransi dalam negeri. Sumber KONTANmenyebutkan, banyak aktuaris alias penghitung risiko asal luar negeri yang menjadi konsultan asuransi tanah air.

Salah satu negara asal aktuaria asing tersebut adalah India. Mereka ini direkrut oleh perusahaan asuransi di tanah air, baik lokal maupun joint venture (JV), sebagai tenaga konsultan. Asal tahu saja, tugas tenaga aktuaris adalah menganalisa risiko masa depan. Nah saat ini pasokan aktuaria dalam negeri terbatas. Jumlah aktuaris tingkat fellow 178 orang, dan associate sebanyak 158 orang.

Jumlah tersebut kurang memadai, lantaran dalam empat tahun mendatang industri asuransi membutuhkan 500 orang aktuaria. Belum termasuk industri lain, seperti dana pensiun yang butuh aktuaris juga. Dus tingkat fellow memakan waktu lama.
Untuk menyiasati kendala ini jawabannya adalah memakai jasa orang asing. Maklum, sesuai beleid perasuransi, pelaku asuransi wajib memiliki tenaga aktuaris. Kewajiban ini sebelumnya tidak berlaku bagi asuransi umum, hanya diterapkan di asuransi jiwa. Karena permintaan tinggi, pendapatan aktuaris asing konon bisa mencapai ratusan juta per bulan.

Risza Bambang, Chairman PT Padma Radya Aktuaria, perusahaan konsultan aktuaria, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan mengatasi hal ini. Aktuaris asing memiliki keunggulan kompetensi.

Keputusan memang mereka yang buat, tetapi risikonya ditanggung aktuaris lokal seperti salah hitung. Sehingga, jika di masa depan ada problem, yang bertanggung jawab adalah aktuaris lokal. "Sebaiknya, OJK juga melakukan fit and proper atau bahkan diubah saja aturannya," desaknya.

Temuan ini dibantah Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI). Fauzi Arfan, Sekretaris Jenderal PAI, memperkirakan jumlah aktuaria asing kurang dari 20 orang. "Tetapi kalau kita sendiri tidak melakukan apa-apa, bisa saja asing semakin banyak" ujarnya.

Dumoly F. Pardede, Deputi Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, mengaku akan memanggil memanggil PAI untuk mengecek hal ini. Karena sepengetahuannya, tenaga aktuaris asing tidak boleh beroperasi di Indonesia. Kalaupun ada, kebanyakan sebagai konsultan. "Setahu saya ada tapi hanya konsultan. Kalau pemberi opini, tidak boleh," tegas mantan Kepala Biro Dana Pensiun Bapepam-LK ini.

Regulator juga berniat mendata kebutuhan aktuaria. Langkah ini untuk mencocokan dengan rencana beleid yang mengharuskan semua perusahaan asuransi memakai jasa aktuaria.

*bisniskeuangan.kompas.com
0 komentar

In Health Cetak Laba Bersih Rp100 M


PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia (InHealth) mencatat laba bersih pada 2012 sebesar Rp100 miliar. Angka tersebut meningkat 58 persen dibandingkan laba bersih pada 2011 sebesar Rp42 miliar.

Adapun pertumbuhan premi InHealth pada 2012, sebesar Rp1,203 triliun atau tumbuh 20 persen jika dibandingkan pada 2011 sebesar Rp1,073 triliun. 

"(Pendapatan dicapai) dengan menggaet sekira 1.500 badan usaha yang terdiri dari swasta, BUMN, dan pemerintah," kata Chief Financial Officer Pudjianto, pada pemaparannya, Jakarta, Selasa (23/4/2013).

Sedangkan dari dari sektor investasi, pendapatan investasi InHealth sebesar Rp106 miliar. Dengan total aset InHealth juga mengalami peningkatan yakni sebesar Rp1,57 triliun, dibandingkan dengan 2011 yang sebesar Rp1,45 triliun. "Sektor investasi dengan risk based capital (RBC) tercatat 335,84 persen," ujar Pudjianto.

Sekadar informasi, Inhealth mencatat premi pada kuartal I-2013 meningkat 32,29 persen dibandingkan kuartal I-2012. Peningkatan itu diikuti dengan laba dan investasi yang terus tumbuh.

*economy.okezone.com
Minggu, 14 April 2013 0 komentar

Asrama Haji Akhirnya Diasuransikan


"Akibat perusakan oknum peserta kongres Himpunan Mahasiswa Muslim (HMI) beberapa waktu lalu, pemerintah akan membuat asuransi untuk asrama haji. Namun, tidak semua asrama haji yang diasuransikan."

"Asuransi untuk asrama haji yang besar," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU), Anggito Abimanyu, di asrama haji Pondok Gede, Jumat (5/4).

Anggito menambahkan, asrama haji yang akan diasuransikan, antara lain asrama haji di Jakarta, Surabaya, Makasar, Medan, dan Aceh. Asuransi ini, menurut Anggito, diperlukan untuk mengantisipasi peristiwa yang dapat merusak fasilitas umat muslim ini. Sebab, selama ini belum ada asrama yang diasuransikan.

Sistem asuransi ini, kata Anggito, akan berlaku dalam periode setahun. Artinya, premi akan dibayarkan setahun. Setelah masa satu tahun habis, maka asuransi akan diperbaharui. Pembayaran asuransi asrama ini akan diajukan dalam pembiayaan APBN. "Kita akan ambil APBN selama setahun untuk premi asuransi ini," tambah Anggito.

Selain membuat asuransi untuk asrama haji yang besar, pemerintah akan memerketat penggunaan asrama haji untuk kegiatan umum. Setiap lembaga atau organisasi yang akan menggunakan fasilitas yang ada di asrama, akan dimonitor setiap kegiatannya.

*http://www.republika.co.id/
Selasa, 02 April 2013 0 komentar

Bahrain Sukses Gelar Forum Asuransi Syariah Dunia


Bahrain muncul kembali sebagai negara yang menerapkan Asuransi Syaraiah di dunia
Bahrain membuktikan kekuatannya sebagai pusat regional industri asuransi. Terbukti, Forum Asuransi Timur Tengah ke-9 yang digelar di Gulf Hotel berhasil menghadirkan lebih dari 500 delegasi internasional dari berbagai pelaku industri syariah.

"Ini menjadi acara yang sangat sukses dan menarik pelaku industri terkemuka dari pasar asuransi terbesar di seluruh dunia," ujar penyelenggara, David Mc Lean, seperti dikutip dari Gulf Daily News, Rabu (6/2).

Tahun depan, rencananya akan diadakan konferensi perbankan syariah dunia. Mc Lean berujar digelarnya event-event internasional adalah refleksi dari peran Bahrain sebagai pusat keuangan, perbankan dan asuransi syariah terkemuka di wilayah Teluk.

Data statistik dari Bank Sentral Bahrain menunjukkan ada pertumbuhan cukup signifikan dalam industri syariah Bahrain selama tahun lalu. "Saya percaya profitabilitas tersebut akan terus berkelanjutan," katanya. Bahrain optimis pertumbuhan berlanjut hingga 2013 karena adanya proyek-proyek pemerintah. "Ini tanda positif bagi industri secara keseluruhan," ucap Mc Lean.

*http://berita.plasa.msn.com/
Selasa, 19 Maret 2013 0 komentar

Nilai-nilai Dasar Asuransi Syariah (bag 2)



Ketujuh, prinsip menghindari riba. Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal ini juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah, yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Sementara, asuransi syariah menyimpan dananya di bank syariah dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 130, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba karena riba memang bersifat berlipat ganda. Bertawakalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Imam Muslim menyampaikan, “Rasulullah mengutuk pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama”.
Karena itu riba merupakan bentuk transaksi yang harus dihindari sejauh mungkin khususnya dalam berasuransi, karena riba merupakan sebatil-batilnya muamalah. Kontribusi (premi) yang dibayarkan nasabah, harus diinvestasikan pada investasi yang sesuai dengan syariah dan sudah jelas kehalalannya. Demikian juga dengan sistem operasional asuransi syariah harus menerapkan konsep sharing of risk yang bertumpu pada akad tabarru’, sehingga menhilangkan unsur riba pada pemberian manfaat asuransi syariah (klaim) kepada nasabah.
Kedelapan, prinsip menghindari maisir. Asuransi yang jika dikelola secara konvensional akan memunculkan unsur maisir (judi). Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 90, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatah syaithan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsure maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsure gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui darimana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini terjadi karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf menilai, pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang bisa disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak atau sedikitnya klai yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak dan atau sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
Seorang nasabah bisa jadi membayar premi hingga belasan kali namun tidak pernah klaim. Di sisi lain terdapat nasabah yang baru satu kali membayar premi lalu klaim. Hal ini terjadi karena konsep yang digunakan dalam asuransi konvensional adalah konsep transfer of risk, dimana perusahaan asuransi konvensional (ketika menerima premi) otomatis premi tersebut menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bisa untung besar (manakala premi banyak dan klaim sedikit), atau bisa rugi banyak (ketika premi sedikit dan klaimnya banyak).
Kesembilan, prinsip menghindari gharar. Gharar adalah ketidakjelasan. Dan bicara mengenai resiko sama artinya bicara mengenai ketidakjelasan, karena resiko bisa terjadi bisa tidak. Dalam syariat Islam, tidaklah diperbolehkan bertransaksi yang menyangkut aspek ketidakjelasan. Dalam asuransi konvensional, peserta tidak mengetahui apakah ia mendapatkan klaim atau tidak, karena klaim sangat bergantung pada resiko yang menimpanya. Jika ada resiko maka ia mendapat klaim. Jika tidak, maka ia tidak mendapat klaim. Hal seperti ini menjadi gharar adanya, karena akad atau konsep yang digunakan adalah transfer of risk. Sedangkan jika menggunakan aspek sharing of risk, ketidakjelasan tadi tidak menjadi gharar.
Kesepuluh, prinsip menghindari risywah. Dalam menjalankan bisnisnya, baik pihak asuransi syariah maupun pihak nasabah harus menjauhkan diri sejauh mungkin dari aspek risywah (sogok-menyogok atau suap-menyuap). Karena apapun dalihnya, risywah pasti akan menguntungkan satu pihak, dan pasti aka nada pihak lain yang dirugikan. Nasabah misalnya, tidak boleh menyogok oknum asuransi supaya bisa mendapatkan manfaat (klaim). Atau sebaliknya, perusahaan tidak perlu menyogok oknum asuransi supaya bisa mendapatkan kontribusi (premi) asuransi. Namun semua harus dilakukan secara baik, transparan, adil dan dilandasi dengan ukhuwah Islamiyah.


Itulah sepuluh prinsip dasar dalam mekanisme pengelolaan asuransi syariah. Alangkah indahnya sepuluh prinsip itu, apabila diimplementasikan secara baik dalam asuransi syariah, dan setelah membaca sepuluh prinsip ini, tidakkah tertarik untuk berasuransi syariah?
Dengan mencermati sejumlah prinsip asuransi syariah dan sejumlah perbedaan diantara dua sistem itu, maka dapatlah disimpulkan bahwa asuransi syariah sesungguhnya terbaik dari seluruh system asuransi yang ada karena nilai-nilainya memang sangat sesuai dengan kepentingan kemanusiaan. Sebagaimana tercatat dalam QS. Al-Maidah ayat 2 yang memerintahkan umat manusia untuk tolong-menolong antar sesama manusia.
(AM. Saefuddin, dalam bukunya Membumikan Ekonomi Islam, Jakarta: PT PPA Consultants, 2011).
0 komentar

Nilai-nilai Dasar Asuransi Syariah (bag 1)



Landasan hukum agamis asuransi syariah tak lepas dari nilai-nilai prinsip yang mendasari sistem pengelolaannya, yaitu -Pertama- prinsip tauhid. Tauhid merupakan prinsip dasar dalam asuransi syariah, karena hakekatnya setiap muslim harus melandasi dirinya dengan tauhid dalam menjalankan segala aktivitas kehidupannya termasuk berasuransi. Artinya, niat dasar ketika berasuransi haruslah berdasarkan prinsip tauhid, mengharapkan keridhaan Allah SWT. Sebagai contoh, dilihat dari sisi perusahaan, asas yang digunakan dalam berasuransi bukanlah semata-mata meraih keuntungan atau menangkap peluang pasar yang sedang cenderung ke syariah. Tapi, haruslah berangkat dari sebuah niat untuk mengimplementasikan nilai-nilai syariah dalam berasuransi. Sedangkan dari sisi nasabah, berasuransi untuk bertransaksi dalam bentuk tolong-menolong yang berlandaskan asas syariah, bukan semata-mata mencari “perlindungan” apabila terjadi musibah. Dengan demikian, nilai tauhid terimplementasikan pada industry asuransi syariah. Inilah keranka ibadah yang menjadi dasar makhluk diciptakan. Dalam hal ini Allah SWT. Berfirman, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS Adz-Dzariyaat:56).
Kedua, prinsip keadilan. Nilai ini menjadi landasan implementasi asuransi syariah, sehingga harus benar-benar bersikap adil, khususnya dalam membuat pola hubungan antara nasabah dengan nasabah, atau antara nasabah denagn perusahaan, terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing. Asuransi syariah tidak boleh mendzolimi nasabah dengan hal-hal yang akan menyulitkan atau merugikan nasabah. Ditinjau dari sisi asuransi sebagai ssebuah perusahaan, potensi untuk melakukan ketidakadilan sangatlah besar.
Perlu digaris bawahi, ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketiak seorang peserta (karena sebab tertentu) terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut, maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi, peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, maka dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi pendzoliman. Prinsip muamalah melarang kita saling mendzolimi,  laa dharraa wala dhirara (tidak ada yang merugikan dan dirugikan).
Dalam asuransi syariah tidak dikenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri, maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dan yang diniatkan sebagai dana tabarru’ (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan di awal perjanjian(akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya pun sangat tergantung dari hasil investasinya. Terkadang asuransi syariah merasa kebingungan ketika terdapat dana-dana saving nasabah yang telah mengundurkan diri atau terputus di tengah periode asuransi, lalu tidak mengambil dana tersebut walau pihak perusahaan telah menghubungi pihak yang bersangkutan. Lalu mau dikemanakan dana tersebut? Pertanyaan ini terlontar karena dana tersebut bukan milik perusahaan asuransi syariah, tetapi milik nasabah. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional pada umumnya. Dalam QS. Al-Maidah:08, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ketiga, prinsip tolong-menolong. Semangat tolong-menolong merupakan aspek yang sangat penting dalam operasional asuransi syariah, karena pada hakekatnya, memang didasarkan pada prinsip ini, dimana sesama peserta ber-tabarru’ atau berderma untuk kepentingan nasabah lainnya yang tertimpa musibah. Nasabah tidaklah berderma kepada perusahaan asuransi syariah. Peserta berderma hanya kepada sesama peserta. Perusahaan asuransi syariah hanya bertindak sebagai pengelola saja. Konsekuensinya, perusahaan tidak berhak mengklaim atau mengklaim dana tabarru’ nasabah. Perusahaan hanya mendapatkan ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’ tersebut, yang dibayarkan oleh nasabah bersamaan dengan pembayaran kontribusi (premi). Perusahaan asuransi syariah, mengelola dana tabarru’ tersebut untuk diinvestasikan (secara syariah), kemudian dialokasikan pada nasabah lainnya yang tertimpa musibah. Dengan konsep seperti ini, berarti antara sesama nasabah telah mengimplementasikan sikap saling menolong walau antara mereka tidak saling bertatap muka. Allah SWT. berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah:2).
Keempat, prinsip kerjasama. Antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah terjalin kerjasama, tergantung dari akad apa yang digunakannya. Dengan akad mudharabah-musyarakah, terjalin kerjasama dimana nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal), sedangkan perusahaan asuransi syariah sebagai mudharrib (pengelola/pengusaha). Apabila dari dana tersebut terdapat keuntungan, maka akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati, misalnya 40% untuk perusahaan asuransi syariah dan 60% untuk nasabah. Ketika kerjasama terjalin dengan baik, nasabah menunaikan hak dan kewajibannya, sementara perusahaan asuransi syariah juga menunaikan hak dan kewajibannya secara baik, maka akan terjalin pola hubungan kerjasama yang baik pula. Insya Allah, pola kerjasama itu akan membawa keberkahan pada kedua belah pihak.
Kelima, prinsip amanah. Amanah juga merupakan prinsip yang sangat penting, karena pada hakikatnya kehidupan ini adalah amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan dihadapkan Allah SWT. Perusahaan dituntut untuk amanah dalam mengelola dana premi. Demikian juga nasabah, perlu amanah dalam aspek resiko yang menimpanya. Jangan sampai nasabah tidak amanah dalam arti mengada-ada sesuatu sehingga yang seharusnya tidak klaim menjadi klaim yang tentunya berakibat pada ruginya para peserta yang lainnya. Perusahaan pun juga demikian, tidak boleh semena-mena dalam mengambil keuntungan, yang berdampak pada ruginya nasabah. Dan transaksi yang amanah, akan membawa pelakunya mendapatkan syurga. Rasulullah SAW. bersabda, Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, (kelak akan dikumpulkan di akhirat) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada (HR. Turmudzi).
Keenam, prinsip saling ridha (‘an taradhin). Dalam transaksi apapun, aspek ‘an taradhin atau saling meridhai harus selalu menyertai. Nasabah ridha dananya dikelola oleh perusahaan asuransi syariah yang amanah dan professional. Dan perusahaan asuransi syariah ridha terhadap amanah yang diembankan nasabah dalam mengelola kontribusi (premi) mereka. Demikian juga nasabah ridha dananya dialokasikan untuk nasabah-nasabah lainnya yang tertimpa musibah, untuk meringankan beban penderitaan mereka. Dengan prinsip inilah, asuransi syariah menjadikan saling menolong memiliki arti yang luas dan mendalam, karena semuanya menolong dengan ridha, bekerjasama dengan ridha, serta bertransaksi dengan ridha pula.
0 komentar

Asuransi Syariah di Indonesia : Dasar Hukum


Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, “Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”.
            Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi asuransi syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan asuransi syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam hukum nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Agar ketentuan asuransi syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasakan belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat. Peraturan tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan RI No. 426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis syariah.
 
;